Panduan & Teknik Dasar Expressive Writing
Untuk melepas trauma dan stres selama pandemi, gunakan teknik menulis ini.
SEBAGAI kelanjutan dari tulisan saya sebelumnya mengenai definisi Expressive Writing sebagaimana saya sarikan dari buku tulisan James Pennebaker dan John Evans “Expressive Writing: Words that Heal”.
Ada sebagian yang bertanya apakah menulis dengan metode expressive writing ini sama saja dengan menulis jurnal pribadi atau diary.
Jawabannya tergantung. Jika Anda menulis diary cuma untuk menuangkan kegiatan sehari-hari, misalnya pergi ke tempat X, melakukan hal Y bersama teman Z, itu bukan tulisan yang bisa merilis trauma atau stres.
Namun jika Anda menulis diary dengan jujur dan membahas tuntas tentang kejadian kurang mengenakkan yang Anda alami hari itu, misalnya seseorang mempermalukan Anda di depan umum, dan dampak perkataannya pada perasaan Anda saat itu dan apa yang Anda rasakan sekarang bisa jadi itu sebuah tulisan yang bersifat ekspresif.
Waktu Menulis
Apakah Anda bisa menulis sesaat setelah kejadian atau harus menunggu beberapa hari atau bulan setelahnya?
Jawabannya bergantung pada trauma yang dialami.
Jika trauma itu terjadi di masa lalu, maka expressive writing bisa jadi cara yang efektif untuk menghilangkan kecemasan berlebihan dan beban pikiran yang masih memengaruhi kesehatan mental Anda sekarang.
Jika trauma terjadi di masa kini, seperti kejadian-kejadian selama pandemi ini, kita bisa terbantu dalam menghadapinya.
Jika trauma itu akan terjadi di masa datang (misal, pasangan Anda menderita penyakit mematikan dan kematiannya seolah sudah dekat), Anda bisa menulis ekspresif dengan fokus pada mengapa Anda merasa demikian dan bagaimana keresahan itu memengaruhi aspek kehidupan Anda yang lainnya.
Apakah Anda perlu melakukan sesi menulis ekspresif setiap hari? Tidak juga. Menulislah jika Anda merasakan dorongan untuk melepas tekanan atau beban dari sebuah pengalaman traumatis.
Tempat Menulis
Pennebeker menyarankan memilih tempat tertentu sebagai lokasi saat menulis ekspresif, misalnya tempat ibadah, rumah sakit, dan sebagainya karena tempat-tempat ini menurutnya tenang dan memancarkan aura yang membuat kita rileks.
Tapi saya paham tak semua orang menganggap tempat selain rumah sebagai tempat yang nyaman dan aman apalagi di masa pandemi. Nasihat Pennebeker ini tentu tak bisa diterapkan.
Maka dari itu, tempat yang ideal untuk menulis ekspresif tentu saat pandemi ialah rumah Anda sendiri.
Hanya saja coba pilih satu sudut di rumah Anda dan tentukan satu slot waktu khusus untuk menulis. Ini agar Anda bisa menurunkan risiko terganggu saat menulis. Misalnya Anda bisa memilih sudut paling tenang di rumah dan melakukannya di pukul 5 pagi saat orang seisi rumah masih tidur pulas. Intinya Anda disarankan membuat sesi menulis ini sebagai suatu ‘ritual suci’, atau me time yang sakral.
Bahan Tulisan
Yang pertama kita perlu ketahui ialah hal apa yang bisa kita tuliskan. Secara umum, kita bisa tuangkan trauma atau pengalaman yang membekas dalam hidup kita. Pengalaman seperti ini bisa banyak macamnya, dari kehilangan orang dekat, kecelakaan, terkena penyakit berat sampai hampir kehilangan nyawa, kehilangan pekerjaan, dan sebagainya. Dan ini semua bisa kita temukan dalam masa pandemi sekarang.
Tulislah:
Keresahan Anda yang membuat Anda insomnia atau terjaga di malam hari. Contohnya ingatan tentang insiden yang tak mengenakkan di masa lalu atau kecemasan tentang masa depan.
Hal yang Anda hindari untuk bahas dengan orang lain bahkan dengan orang terdekat Anda selama ini.
Hal-hal yang mencerminkan kerasahan kita di masa hidup sekarang. Karena kita hidup di masa pandemi, tuangkan kecemasan Anda mengenai pekerjaan, karier, atau keselamatan diri dan keluarga misalnya.
Trauma yang sedang muncul atau terlintas di benak Anda. Jika saat ini memang Anda sebenarnya tidak bisa ingat trauma apapun yang Anda pernah alami, tidak perlu memaksa diri. Tuliskan saja hal-hal baik yang Anda alami sekarang agar bisa bersyukur.
Durasi Menulis
Lama menulis bisa berlangsung 20 menit dalam 3-4 hari berturut-turut.
Anda bisa menulis seminggu sekali dalam waktu 4 pekan.
Namun, jika Anda merasa sangat mendesak untuk bisa melepaskan beban pikiran dalam benak Anda secepatnya, jangan tunda. Lakukan 4 hari berturut-turut. Ini bisa dilakukan saat rutinitas sehari-hari tak begitu padat.
Yang terpenting ialah temukan waktu untuk menulis tanpa terganggu dengan aktivitas lain atau beban kerja. Dengan demikian Anda bisa leluasa menulis ekspresif.
Alat Menulis
Anda bisa menulis di kertas dengan pulpen atau pensil. Bisa juga dengan laptop atau gawai lain.
Tekni-teknik Dasar
Beberapa teknik yang disarankan saat menulis ekspresif yakni:
Bersikap jujur dan apa adanya. Ini memang tidak ditekankan Pennebaker tapi saya sangat menganjurkan untuk bersikap terbuka pada diri kita sendiri saat menulis. Tidak perlu memperhalus, atau menutup-nutupi. ‘Telanjang’ saja.
Menulis selama 20 menit sehari. Lebih tidak masalah tapi upayakan tidak kuran dari itu. Kenapa? Karena untuk menuangkan trauma, diperlukan waktu yang lumayan lama.
Tulislah soal satu pengalaman traumatis dulu baru jika sudah merasa tuntas, beralih ke pengalaman lainnya. Tapi tidak masalah jika ingin menghabiskan waktu 3-4 hari menulis untuk fokus pada satu kejadian saja jika memang dirasa pengalaman itu sangat besar dampaknya bagi diri Anda.
Terus menulis. Tak usah cemas soal tata bahasa, ejaan, EYD, dan sebagainya. Dalam sesi menulis ekspresif, tidak ada guru yang akan menilai. Anda menulis untuk diri Anda sendiri.
Menulislah demi diri sendiri. Jangan menulis dengan pikiran bahwa tulisan akan dibaca orang lain selain Anda. Bahkan Anda bisa membakar atau memusnahkan tulisan Anda itu usai menulis jika memang tak ingin diketahui orang lain. Yang penting semuanya sudah dituangkan tuntas.
Luangkan waktu untuk diri sendiri. Setelah menulis, Anda bisa merenung atau refleksi tentang pengalaman tersebut. Bisa saja muncul rasa sedih atau depresi. Ini normal.
Pertanyaan-pertanyaan untuk ‘Memancing’
Anda yang tak biasa menuangkan perasaan melalui tulisan mungkin agak susah memulai. Gunakan pertanyaan ini untuk panduan menulis ekspresif:
Gambarkan kejadian atau peristiwa traumatis yang Anda alami.
Bagaimana perasaan Anda secara detail saat kejadian itu menimpa Anda? Jika sedih, jangan cuma berhenti di kata “sedih”. Gambarkan apa yang Anda lakukan saat Anda bersedih saat hal itu terjadi.
Bagaimana perasaan Anda saat ini (saat menuliskan pengalaman itu)?
Pertanyaan untuk Refleksi Setelah Menulis
Usai menulis selama minimal 20 menit, luangkan waktu untuk mengevaluasi sesi menulis Anda.
Ini penting karena Anda bisa melacak kemajuan Anda dalam menyembuhkan diri dari trauma.
Dalam skala 0-10 (0 nilai terendah dan 10 tertinggi) , jawab pertanyaan berikut:
Dari skala 0-10, hingga ke skala mana Anda bisa mengekspresikan pikiran dan perasaan terdalam Anda?
Dari skala 0-10, di skala mana Anda saat ini merasa sedih/ kesal?
Dari skala 0-10, di skala mana Anda merasa bahagia/ lega?
Dari skala 0-10, di skala mana Anda memandang sesi menulis ini bermanfaat dan bermakna bagi diri Anda?
Gambarkan bagaimana sesi menulis Anda hari ini sehingga Anda bisa membacanya kemudian sebagai evaluasi pribadi.
Penjelasan di atas akan sangat terasa manfaatnya jika Anda tidak cuma baca tapi juga praktikkan dalam beberapa hari ke depan.
Jangan lupa untuk membagikan tulisan di newsletter ini.
Tak lupa, berlanggananlah jika Anda belum berlangganan. Gratis kok!
Tekan tombol di bawah untuk berlangganan.